Serupa tapi tak sama - Batik#2

Bagaimana kabarnya kalian hari ini?, mudah-mudahan dalam keadaan sehat. Oh iyah, saya masih ingin membahas mengenai kain batik tulis di Sentra Al-Barokah. Benar, ini merupakan kelanjutan dari postingan sebelumnya. Sengaja saya potong menjadi dua bagian, biar yang ngebaca (saya sendiri) tidak ngantuk. Efek buruk dari tulisan saya salah satunya begitu. Ngomong-ngomong, kalau ada yang belum baca bisa diintip di sini :D.

Yap, pencarian terus berlangsung. Satu jam lebih telah berlalu. Tapi saya belum kunjung mendapatkan yang sesuai/sreg. Padahal sudah banyak kain batik yang direkomendasikan oleh mas Taufan. Tapi tetap saja, belum ada yang nyantol. Mau cari yang gimana lagi?, entahlah, saya gak ingin gegabah saja. Barangkali nanti bisa menemukan yang cocok, meski harus memakan waktu lebih lama dan perjuangan yang melelahkan. Rela berkorban, MERDEKA!.

***
“Ini nyo.. bagus. Ambil ini saja!”, seraya menunjukkan kain batik kepada saya. Eh ternyata, Anggik menemukan kain batik yang bermotif Karapan Sapi. Ehem, pasti sudah tahu yah?, sedikit mengingatkan saja, bahwasanya Karapan sapi merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura. Perlombaan tersebut digelar setiap tahunnya. Biasanya berlangsung pada bulan Agustus dan September. Yang mana telah mengakar dan menjadi bagian dari tradisi/kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat di Madura.

Wih, sebenarnya motifnya bagus. Melihat dari kombinasi warna ungu+hitam dan putih sebagai penegas dari motifnya. Cuman, kalau saya memilih itu sebagai baju copule keluarga rasa-rasanya kurang sreg saja. Mungkin kalau dipakai sendiri, oke-oke saja. Tapi kalau diperuntukkan untuk saya pribadi, sepertinya masih belum butuh dulu. Karena, saya sudah ada empat baju batik di lemari, plus akan menjadi lima sama baju couple nantinya.

Terakhir saya beli baju batik di Yogya (sepanjang jalan Malioboro). Tapi belinya sudah dalam kondisi yang sudah jadi. Itu sebagai kenang-kenangan dari perjalanan Studi Observasi, saat saya masih kuliah di kampus lama. Ah ngelantur yak, sampai lupa nunjukkan kain batik yang bermotif karapan sapi itu. Ini dia yang dimaksud..

 
*) Motif Karapan Sapinya jadi terlihat Madura sekali yak? :D

Di sana tak hanya menyediakan kain batiknya saja. Tapi juga terdapat pilihan baju yang sudah siap pakai. Baik baju laki-laki, maupun untuk perempuan, semua ada. Hanya saja menurut saya lebih enak dijahit sendiri (ke tukang jahit maksudnya). Bisa leluasa mengeksplore bentuk dan tampilan baju sesuai keinginan. 

 
*) Baju siap pakai juga ada

Sebenarnya bagus tidaknya hasil pembuatan bajunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan penjahitnya loh. Imajinasi dan tektik yang digunakanpun berperan penting. Karena, kalau (maaf) tak terlalu mumpuni, hasilnya bisa gak sesuai keinginan. Lebih buruknya lagi gak ubahnya taplak meja (perpotongan motifnya jadi kaku). Inilah kasus yang pernah dialami Anggik. Berdasar keluhan yang dia ceritakan :D

Penantianpun berbuah hasil. Dari sekian banyak yang kami lihat, ada satu kain yang mampu mencuri perhatian saya. Warna dan coraknya terlihat manis dan sedap di lidah. Apalagi warna bagian atasnya adalah coklat. Yeah, itu warna kesukaan saya, uhuy. Berikut foto yang saya ambil setelah tiba di rumah - pada saat di sana belum ngambil foto yang coklat itu.

 
*) Ini dia batik yang (berpeluang) terpilih.

Selamat bagi yang berpeluang terpilih akan memasuki tahap.. aih, ngomong apa Cho? *abaikan. Setelah dilihat-diraba-ditrawang, itupun dilakukan bolak-balik. Membuat saya semakin mantap dengan pilihan itu. Ditambah adanya persetujuan dari Anggik dan Mas Taufan. Okesip, bungkus!. Eh, belum-belum. Saya butuhnya empat, kan?. Tapi kok ini hanya ada dua saja. Huaa.. duanya lagi manaaaaa?.

Jadi begini, kalau mencari kain batik di Al-Barokah. Ternyata tak sekedar butuh kesabaran memilih yang sesuai selera. Tapi juga harus jeli dan telaten mencari pasangannnya – apabila ingin membeli lebih dari satu kain yang sama. Sementara kendalanya pertamnya yakni, tak semua kain batiknya dipajang. Sebagian besar dalam kondisi terlipat rapi dan bertumpuk-tumpuk. Susahnya lagi, kain batik yang sama tak berarti berada di lokasi yang sama. Boro-boro satu tumpukan, bahkan pemiliknya sendiri gak hafal letak per-item dari jenis kain batiknya. Gimana dong?, saya kadung mupeng sama kain yang itu.

Yah, setelah mengerucut pada satu pilihan. Saatnya kami melakukan perburuan kain tersebut. Dari seluruh isi yang ada di lemari besar itu tidak ada. Ketiga etalasepun yang berada di sampingnya juga sama, tidak ada. Eh tapi dapat, dari sepertiga motif bagian bawahnya sama. Jumlahnya gak tanggung-tanggung, ada empat loh. Cuman warna bagian atasnya bukan coklat, melainkan hitam. Aaah, serupa tapi tak sama. Andai saja itu yang coklat, selesai sudah perburuannya. Emoh lek ireng, gak mauuuuu.. harus yang sama. *ngerengek manja *disumpelin kain batik

 *) Ada lagi, tapi atasannya berwarna hitam

Berarti kemungkinan terakhir di ruangan kedua?. Ok cekibrot. Tanpa membuang waktu lagi, kami pindah lokasi dan mendatangai ruangan yang kedua. Perburuanpun dilanjut. Kali ini kami tak lupa menyiapkan kemenyan + kembang tujuh rupa. Untung ada mas Taufan yang senantianya membantu kami. Asiikk.

 
*) Mas Taufan serius sekali yak :D
 
*) Ada penampakan?

Coba deh, kalian perhatikan gambar yang saya tandai panah merah. Lihatnya jangan sebentar yah, harus fokus dan lama. Itu bukan mas Taufan, kan?, bajunya beda, digambar itu hitam. Terus, apa yang dapat kalian simpulkan?. Hhaha, abaikan, lagi kumat. Bercanda kok, itu Anggik sedang mencari pasangan kain batik yang terpilih tadi. Gak jauh beda dengan mas Taufan, dia juga serius sekali mencarinya. Cemungud eea :D

Eh, sebentar. Terus kamu ngapain saja, Cho?, lah saya kan yang bagian fotoin mereka, nyahahaha. Jujur saja, saya lebih sering ngambil gambar melalui kamera ponsel “canggih” yang saya miliki, dibandingkan mencari pasangan kain lainnya, hihii. Jadi maklum saja, hasil jepretannya gak terlalu cerah. Maklum hp canggih saya itu gak dilengkapi fitur flash. Padahal awalnya saya berniat membawa kamera poket, tapi sayang kelupaan. Sadarnya pas sudah dalam perjalanan. *EH

Tak sia-sia perburuan dilakukan di ruangan kedua ini. Mas Taufan mendapati satu lagi pasangannya yang nyempil di tumpukan rak bagian selatan. Jika ditotal semua terkumpul empat. Eh keliru, masih tiga ding. Jadi kurang satu biji doang. Hua, ke mana dikau berada?. Please!, ke luarlah kau dan jangan terus bersembunyi. Kami janji tak kan menyakitimu. Suer!.

Setelah dengan cermat menjelajahi setiap rak dan etalase yang ada. Sisa satu kain yang sama gak lagi ditemukan. Sayang sekali, tinggal satu padahal. Dan menyadari kenyataan ini rasanya badan saya terulai lemas. Tak ada bedanya seperti kamu mau nikah. Terus, segala persiapan resepsi sudah matang dan hanya tinggal menunggu hari Hnya saja. Lantas tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh keluarga mempelai si-calon. Gimana rasanya?, sementara itu undanganpun sudah tersebar. Bayangkan sendiri gimana nyeseknya?.

Akhirnya, setelah melalukan berbagai pertimbangan. Saya tetap memutuskan memilih kain itu. Tapi hanya dua yang atasan berwarna coklak, sedangkan dua lainnya mengambil dari atasan yang berwarna hitam. Untung saja keseluruhan motifnya sama. Gak apalah, beda warna atasannya doang. Karna sudah terlanjur ngena di hati. Sungguh susah untuk berpaling. Yang itu saja deh, deal!.

Bicara soal harga bervariatif. Mulai dari yang terendah seharga 75ribu, 100ribu, 125ribu, 175ribu, dan seterusnya. Ada juga yang 300rb, 500ribu, bahkan yang menyentuh jutaan rupiah juga ada. Semua tergantung dari kainnya, apakah menggunakan sutra atau yang biasa. Begitu juga dengan kerumitan dari motif dan corak yang ada. Pokoknya ada harga, ada rupa. Dan pastinya harga gak menipu, memang sesuai dengan khuwalitasnya. Sedangkan untuk ukuran, rata-rata satu kainnya itu memiliki lebar satu meter dan panjang dua meter.

Sekedar informasi:
Sentra batik tulis Al-Barokah sudah banyak menyabet penghargaan. Bisa dilihat dari koleksi piala yang terjejer di atas etalasenya. Kalau gak salah hitung ada lima buah. Selain itu ada juga penghargaan dari bupati Sumenep, maupun di tingkat propinsi sebagai wirausaha terbaik (ada dua, detailnya lupa), dari Gubernur Soekarwo. Yang semua terpampang di dinding ruangan pertama.

Oh iyah, dari kalangan artis juga ada. Saya melihat foto Ayu Ashari bersama mas Taufan dan keluarga. Ada foto * (Ah lupa, siapa dia?. Setahu saya juga artis) juga bersama mas Taufan. Semua semakin menambah deret bentuk pengakuan dan penghargaan yang diterima oleh mas Taufan atas sentra batik tulis Al-Barokah yang dikelolanya. Tadinya mau ambil gambarnya. Tapi terkendala batre hp saya yang sudah cenut-cenutan, tinggal dua persen dan gak lama sesudah itu tepar dia. *ngebanting HP

Transaksipun diakhiri dengan pembayaran kain batiknya. Puji syukur, akhirnya kain batik yang dibutuhkan sudah ada. Fiuuhh, sekarang bisa bernafas legah. Keringat yang membasahi tubuh inipun menjadi saksi betapa tidak mudahnya proses pencarian tuk sekedar menemukan satu potongan kain yang dicari (Sok, wong banyak ngefoto doang). Sepertinya memang sebanding dengan hasil yang didapat - setidaknya menurut selera saya, bagus. Ingat, selera saya jelek. Dan setibanya di rumah, satu persatu kain batik mulai di keluarkan. Untuk lebih jelasnya ini dia kain batik yang saya pilih:

 
*) Empat, lengkap sudah

 
*) Bagian atas yang warna coklat

 
*) Ini yang berwarna hitam
 
Ok, begini. Rencana kain yang atasannya coklat itu sebagai bahan baju untuk dipakai oleh kedua orang tua. Sedangkan yang atasan hitam, akan dipakai saya dan adek. Jadi sebenarnya yang benar-benar couple secara keseluruhan (motif dan warna) ialah masing-masing pasangan, sebagaimana yang akan dipakai kedua orang tua dan adik-kakak tersendiri. Iyah, seakan terstruktur seperti itu, padahal ini di luar keinginan dan menjadi opsi terakhir dari ketidak adanya bahan kain terpilih, di mana jumlahnya tak sebanding dari total kain yang dibutuhkan.

Lantas, saya tetap mengabari Mamah, kalau kain batiknya sudah dapat. InsyaAllah beliau akan pulang hari ini, dan mudah-mudahan lancar. Yah, kebingungan saya sudah berakhir. Sekarang kebingungan tersebut telah berganti menjadi kecemasan. Mudah-mudahan saja kedua orang tua saya setuju dan gak komplen, hihihii. Kalau dek Richa mah gak ada masalah, tinggal sogok dengan permen saja sudah manggut-manggut dia. Weka weka weka..

***
Sejauh ini saya bukan bermaksud mengeksploitsi sentra batik Al-Barokah, bukan. Saya hanya ingin berbagi cerita sederhana saja. Barangkali ada sahabat yang tertarik dan syukur-syukur menjadi semakin menyukai baju batik setelah membaca postingan di atas (gak yakin, isinya geje). Ataupun mungkin nantinya ada yang berkunjung ke Sumenep, dan ingin membeli buah tangan berupa kain/baju batik khas Sumenep (Madura). Saya pribadi merekomendasikan tempat tersebut :).

Pada prinsipnya, berbagai bentuk dan pola, apakah itu batik Madura, Pekalongan, Solo, Bali, Banyumas dan batik-batik dari daerah lainnya, adalah budaya dan karya seni yang harus tetap kita lestarikan dan pertahankan. Meski mungkin di antara kita bukan termasuk pengrajinnya langsung. Setidaknya sebagai warga Indonesia, patutlah bangga dengan mengenakan baju batik. Setuju?, yuhuuiiii..:)


Richo A. Nogroho
Sumenep, 21 Maret 2014
Hai, sudah baca yang ini?

30 Komentar. Tambahkan juga komentarmu »

  1. berkunjung ke blog ini memberikan pandangan tersendiri, ulasannya selalu menarik :)

    Saya suka gak tahan kalau lihat serba batik hehehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pandangan yang melenceng dan menyesatkan yah, mbak?, ohohoho. terima kasih atensinya, mbak. saya juga merasakan hal yang sama saat berkunjung dan membaca postingan mbak Titis :)

      Tahan, tahaaan dulu. bisa dilihat-lihat dulu mbak, jangan buru-buru, barangkali ada yang cocok *EH kok jualan :D

      Hapus
  2. Harga yg ditulis di atas sudah jadi baju atau masih kain ya? motifnya itu loh bikin kepingin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau yang saya sebut di atas itu masih berupa kainnya saja, Bun. belum termasuk jahitnya. hhehe, saya sampai dibuat bingung milihnya, Bun :D

      Hapus
  3. Saya sering menggambar dan memodif batik di ilustrasi juga. Batik sekarang memang keren ya warna-warnanya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah gitu yah, mas. punya bakat seni mas Sandy yah :D. juga ada perpaduan motif klasik dan sentuhan moderennya ada mas.

      Hapus
  4. Wah.. Unik banget, ada gambar karapan sapinya. Hahah.. :D Kalo misalnya ada batik dari Sumut mungkin ada gambar orangutannya juga kali ya, Bang. Bagus nih, bisa ngenalin ciri khas daerah juga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, mencolok icon Maduranya mejeng. wah iyah bisa jadi, mbak. tapi orang hutan sudah nangkring di uang kertas lima ratus dulu, hihihi. kalau yang saya tahu, dari Bangkulu. terkenal dengan motif bunga raflesianya, teman kos pernah bawa dari daerahnya. tujuannya mungkin biar semakin dikenal kebudayaannya melalui batik khasnya, hihi..

      Hapus
    2. Makin kreatif ya pebatik sekarang ini.. Ngga kalah kualitasnya sama yang merk terkenal dan harga, ehm, jutaan itu. Heheh..

      Hapus
    3. Generasi penenursnya ngikuti perkembangan zaman, mbak. saya setuju kalau itu, hehe :)

      Hapus
  5. Ketauan yang posting punya 'rasa' tersendiri di dalam dunia batik. :)
    Lumayan buat nambah pengetahuan tentang batik...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makai batik kelihatan berwibawah, mas. setiap orang memili selera dalam pemilihan motif dan coraknya. saya termasuk yang gak terlalu bisa milih, ehehe. Sedikit gambaran dari batik tulis Madura, mas :)

      Hapus
  6. Kalau satu gini ketok apik.. lha nek akeh apik2 jadi kalap bingung milih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhaha, soalnya sampai rumah hanya itu saja adanya. kalau pas masih di lokasi, bingung pakai bingit, mbak. hihihii..

      Hapus
  7. Lebih ngejreng ya :) ciri batik pesisir utara....
    kalau Jogja dan sekitarnya corak aslinya lebih kalem dan gelap .....
    tapi bagus lho yang ungu itu....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berani bermain dengan warna, mas. sudah menjadi ciri khas daerah masih-masih yah, hhehe. kalau saya butuh lagi, juga kepengen yang ada icon Maduranya itu, mas. hehe..

      Hapus
  8. Wah jadi pengen beli batik yang coraknya karapan sapi itu. Pengen ngoleksi kain batik dari seluruh Indonesia gitu. Ntar ah kalau sempat main ke Madura..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ide yang bagus, mas. kalau memiliki koleksi dari tiap daerah penghasil batik. yang saya lakukan hanya kalo yang bertuliskan misalnya "I Love Madura", dan setiap mendatangi setidaknya membeli seperti itu, hihi. eatore, kalau ke Sumenep bisa mampir ke tempat yang saya rekomendasikan:D

      Hapus
  9. Subhanallah, karya yang indah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kekayaan budaya dari batik Indonesia mengagumkan yah, mas Abu :)

      Hapus
  10. mungkin cuma sama di warna dan sedikit corak aja. kita harus tetep lestarikan budaya indonesia yang satu ini :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyah, setujus sekali dan kita warga Indonesia harus bangga. dunia sudah mengakuinya :D

      Hapus
  11. corak batiknya bagus-bagus ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagian kecil seperti gambar yang saya ambil itu, mas :)

      Hapus
  12. bagus tidaknya hasil pembuatan bajunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan penjahitnya loh.

    Ini benar sekali ...
    KIta harus pandai memilih penjahit ...
    harus yang betul-betul mengerti ...
    Jangan sampai salah ... bahkan hal yang sederhana ... terbalik motifnya ... hahaha

    salam saya Richo

    (23/3 : 5)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhehe, iyah Om, kadang begitu. karena pastinya setiap penjahit memiliki keterampilan yang berbeda-beda. saya dengar cerita dari Anggik saja sudah ngakak sekali, Om. hehe..

      Salam juga Om, terima kasih :)

      Hapus
  13. Dulu, Batik identik dengan orang tua dan acara formil. Namun sekarang?

    Bangga pakai batik, setiap jumat saya pake meski tidak ada keharusan dari perusahaan....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali, mas. dulu masih jarang dan model dari pakaiannyan juga gitu-gitu saja. sekarang batik semakin bervareasi dan berkembang pesat. saya juga sering menggunakan batik pas hari Jum'at. apalagi di kampus saya dulu, mulai hari Kamis sudah terasa nuansa batiknya. sebagian besar memakai batik :)

      Hapus
  14. wah,,,mas richo dari Sumenep ya,,,salam ya mas,,saya anak Pamekasan,,,wah,,,akhirnya ketemu juga yg satu suku,,,wkwkwkwkwk,,salam hangat dari Surabaya...

    BalasHapus
  15. Aha, iyah, dari Sumenep :)
    Salam kembali taretan, ehehe. wah, saya mah sudah tahu kalau mbak Dwi dari Pamekasan, mbak saja yang baru tahu asal saya, wohoho. yiha, sebangsa dan setanah air, huhahaha. salam hangat dari Sumenep :)

    BalasHapus