Seminar Scientific Great Moment 4 - UB

Rangkaian acara seminar “Scrientific Great Moment (SGM) 4” di Gedung Widiya Loka Universitas Brawijaya (UB). Diselenggarakan oleh Agritech Research and Study Club, FTP UB. Dengan menyongsong tema "Sinergitas Pengembangan IPTEK dan Aprisiasi Karya Anak Negeri Menuju Indonesia Mandiri". SGM ini juga mengeksplore mengenai dunia kepenulisan. Terlihat dari adanya lomba Esay Nasional untuk tingkat SMA dan sederajat. Sedangkan Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Nasional untuk mahasiswa. Rutin diadakan setiap tahunnya diikuti seluruh SMA dan Universitas seluruh Indonesia, yang sekarang memasuki tahun keempat.

*) logo SGM4


Puji syukur tadi sore sudah selesai dan berakhir pada pukul 15.50 WIB. Banyak pemahaman baru yang saya dapatkan. Keseluruhan acaranya bagus sekali. Saya benar-benar puas dan menikmati sekali suguhan yang ada sepanjang acara berlangsung. Terutama pada sesi pembicara terakhir, yaitu Bang Tere Lie, kereeeeen!. Baiklah, sedikit bercerita *edisi curhat :D

Kesempatan ini adalah untuk yang pertama kalinya saya mengikuti seminar di UB. Jadi, ada cerita menarik (baca: memalukan) sebelum memasuki gedung tersebut. Saya tiba sekitar pukul 07.40 WIB. Kalau dari tiket masuk tertulis lebih awal 10 menit dari kedatangan saya. Tapi seperti biasa, jam hadir peserta tidak selalu tetap waktu. Ketika itu para peserta lain masih berkerumunan di area depan gedung. Saya yang sendiri hadir tanpa ada teman satupun, yang saya kenal.

Awalnya agak bingung, mengingat ada dua pintu masuk yang terbuka. Sebenarnya saya sudah mencoba masuk ke salah satu pintu tapi gak lama kemudian keluar lagi. Di dalam yang terlihat hanya beberapa stand dan bazar. Terus ruangannya sebelah mana? sementara di depan gedungnya ada tangga utama yang akses langsung menuju lantai dua. Bingung. Yah, akhirnya saya lebih memilih tanya ke mbak Vita melalui sms, di mana dia selaku salah satu panitia yang sudah banyak membatu saya selama pemesanan tiket sebelumnya. Tak butuh waktu lama balasan diterima dengan isi “Ada registrasi di depan widlok kak. Sebelah kanan dan kiri” kurang lebih isinya seperti itu.

Lantas, tanpa mengulur waktu. Kemudian saya menghampiri salah satu meja absensi paling dekat, dan ternyata bukan di sana. Sehubungan nama saya berawalan huruf “R” yang tidak ada di bagian situ. Meja berikutnya di pintu masuk sebelah timur. Dan ada nama saya. Setelah mengisi daftar hadir giliran menuju area coffee break. Coffee? kalau yang belum tahu itu adalah minuman yang saya hindari. Ada yang tanya? Sekedar informasi, ah sudahlah gak penting. Tetapi saya tetap memilih mengambilnya, satu gelas plastik dan roti. Saya hanya tidak ingin disangka gimana gitu, hanya untuk menghindari kesan tidak menghargai.

Berhubung tidak boleh membawa makanan ke ruang seminar dan diharuskan dimakan sebelum masuk. Jadi yang bisa saya habiskan hanya rotinya saja. Sedangkan kopi hanya saya minum sekali cegukan, lalu (maaf) saya buang di wastafel. Daaaaaan, di sanalah saya agak lama berada di dalam toilet. Yah, toilet. Saya sempat bingung kedua kalinya. Berpikir kalau keluar berarti harus ada tempat duduk. Tapi bingung, mau duduk dan nunggu sebelah mana. Sebelum masuk toilet saya sudah melihat seluruh kursi pada dipenuhi peserta lain. Dan ada sebagian besar lain (tapi kebanyakan perempuan) yang duduk di lantai bergerombolan. Sementara saya sendiri. Tidak ada pilihan lain, apa boleh buat. Daripada saya lama-lama di dalam toilet bisa-bisa berubah menjadi besar-hijau (Hulk) *ok itu ngayal. Jadinya saya ikutan ngemper di lantai, sembari menjajakan kartu perdana yang terjejer di depan saya. Eh enggak, yang terakhir itu bercanda :P

Pukul 09.08 WIB mulai memasuki auditorium di lantai dua. Terhitung acara dimulai sejak pembukaan dari kedua host sekitar pukul 09.30 WIB. Skema ruangannya separuh lingkaran dengan tatanan kursi duduk tribun. Akhirnya dengan pertimbangan tidak ingin menyakiti mata. Kalau menyamping kayak tidak enak lihatnya. Karena itu, saya memilih tepat di posisi tengah-tengah, tribun atas baris keenam dari depan. Sendiri? yah, jangan ditanya lagi. Kemudian, dilanjuti pembacaan doa oleh ketua pelaksana dan selanjutnya sambutan dari pembantu Rektor I UB. Setelah sambutan selesai, tibalah saatnya yang ditunggu-tunggu. Dengan moderator pertama mbak Nela, sedangkan untuk pembicara pertama oleh Bapak (masih mudah sih, dipanggil mas masih pantas) Muhammad Agung Bramantyo, ST, MT, M.Eng, Ph.D. Membahas mengenai Industri Teknologi.

Beliau ilmuan yang sudah banyak menerima penghargaan baik skala nasional maupun internasional. Beliau juga salah satu dosen di Universitas Gajah Mada. Penemuan yang membuat saya kagum adalah magneto fluit teknologi. Dapat merekayasa pengendalian benda cair yang mampu naik ke atas, kanan, kiri sesuai yang diinginkan. Pada prinsipnya air sendiri mengalir dari ketinggian ke titik terendah. Tetapi dengan temuannya mampu direkayasa jadi melawan teori gravitasi. Dengan memasang partikel nano ke cairan tersebut. Mendengar kata Nano, saya jadi teringat film G.I. Joe yang pertama The Rise of Cobra. Menggunakan nano-mite sebagai hulu delak. Mulai kan merembet gak jelas nih. 

Kembali lagi. Kebanyakan risetnya di Jepang dan ternyata itu karya anak bangsa, hebat. Pengaplikasiannya banyak digunakan pada mobil untuk mengatur goncangan. Selain itu beliau membahas mengenai master plan dari Menteri Riset dan Teknologi (Menristek). Pemaparan dari perencanaan jangka panjang dengan target 10 tahun kedepan Indonesia menjadi Negara besar dan berkembang. Pesan yang beliau tanamkan, bahwasanya pendidikan tinggi tidaklah berarti apabila kita lepas dari masyarakan dan sosial. Mengajarkan pentingnya ilmu pendidikan sebagai peran serta membangun kehidupan bangsa Indonesia lebih mandiri lagi.

Kemudian, pembicara ketiga dari Mas Adriyono dan Tim Inventor Teknologi Asap Cair dari Jember. Saya tidak kalah kagumnya dengan Mas Adri ini. Mengingat latar belakangnya hanya tamatan SMA. Selain itu (mohon maaf) beliau memiliki catat fisik pada kakinya. Tetapi apa yang dihasilkan bersama rekannya. Sunggu luar biasa. Berhasil menciptakan asap cair dengan khuwalitas terbaik se-Indonesia, Wau!. Memanfaatkan bahan utama tempurung kelapa yang bagi orang lain merupakan limbah.

Berkat ide dan inovasi yang dilakukan, berhasil membuat alat destinator penghasil asap cari dengan harga jauh lebih murah, ditaksir hanya sebesar 3 juta rupiah. Padahal alat sebenarnya dibandrol sampai 30 juta. Dari segi hasil produksi tidak kalah, justeru lebih unggul. Kalau alat pada umunya hanya mampu menghasilkan 25 liter asap cair grade 3 dari 100 Kg tempurung kelapa. Namun, inovasi alat yang mereka ciptakan mampu menghasilkan sampai 50 liter asap cair grade 2 dan 3 / 100 Kg tempurung kelapa. Perbandingan dua kali lipat lebih banyak.

Sering kali memenangi lomba pada konsentrasi bidang asap cair dan pernah mendapatkan penghargaan dari Menpora (yang dulu masih dijabat bapak Andi Malarangeng) sebagai Pemuda Pelopor Kemenpora 2009. Sejak alat tersebut mulai dipublikasikan di media internet. Cara membuatnya dan dibarengi dengan cara pengolahan. Misal, mulai dari tempurung kelapa → pirolisis → rodestilasi → sampai menjadi asap cair. Akhirnya banyak tawaran dari negara tetangga yang menginginkan alat tersebut. Tetapi menolak dengan prinsip teguh yang dipegangnya sungguh mengagumkan. Meskipun ada tawaran besar yang menghampiri.

Alasan mendasar Mas Adri tidak ingin karyanya dinikmati oleh bangsa luar, yang besar kemungkinan akan bisa mengaplikasikan itu dengan teknologi lebih canggih lagi. Tentu tidak mustahil malah akan lebih sukses besar di dunia. Miris, apabila penghasil terbesar justeru bangsa lain. Sedangkan kita akan mengimpor produk mereka tersebut. Apalagi penghasil bahan utama (tempurung kelapa) dari Indonesia juga. Itulah yang tidak diinginkan mereka. Oleh karena itu, seluruh postingan webnya yang pernah dipublish akhirnya dihapus. Hayoo, rasakan gak bisa ngintip negara lain :P

Kegunaan dari asap cari sendiri seperti yang dijelaskan. Kalau di luar negeri banyak digunakan sebagai penguat rasa aroma. Di Indonesia, khusunya yang mereka lakukan. Mulanya dikonsentrasikan sebagai bahan pengawet makanan. Tapi gagal fungsi karena di pasaran tidak laku. Jadi produk unggul yang ditawarkan sekarang sebagai desinfektan penghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Bisa menghilangkan bau tidak sedap. Sudah banyak digunakan pasar-pasar tradisional di Jember. Cukup efektif menghilangkan bau tidak sedap yang identik dengan pasar tradisional.

Pada penggunaannya tidak banyak, cukup dengan 4% lalu dicampur air dan disemprotkan ke area yang bau itu. Selain itu tidak ada efek negatif yang ditimbulkan. Meskipun mengenai makan tidak akan berdampak apa-apa. Pesan yang beliau harapkan bagi generasi akademisi. Untuk melakukan penelitian dan malah ditantang untuk melakukan riset. Apabila bisa menghasilkan temuan baru akan diberikan royalty atas temuan tersebut.

Poin yang saya tangkap adalah kita jangan memandang latar pendidikan dan keterbatasan fisik sebagai kemunduran berkarya. Bukan berarti pendidikan tinggi akan selalu lebih unggul. Pendidikan tinggi hanya dari aspek pemikiran, sedang aplikasi nyata yang diperlukan di masyarakat. Bukan hanya sebatas paparan buku atau sekedar teori. Sekali lagi, keterbatasan bukanlah jadi hambatan. Karena, pada akhirnya tinggal bagaimana mana kita bisa memanfaatkan potensi yang ada pada diri kita.

Di sesi berikutnya, pengumuman pemenang dari event SGM4. Mulai dari pemenang Esay Nasional untuk tingkat SMA dan sederajat. Pemenang pertama yaitu MAN 1 Malang, kedua dari SMA Kuta Bali, dan pemenang ketiga diraih oleh perwakilan SMAN 2 Lumajang. Sedangkan untuk kategori Mahasiswa, Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional. Juara pertama dimenangkan oleh UGM, sekaligus diposisi kedua juga dari UGM dan untuk peringkat ketiga dari perwakilan mahasiswa UNPAD. Maaf tidak bisa menyebutkan spesifik siswa atau mahasiswa dari pemenang di atas. Tidak terlalu dengar jelas dan slidenya cepat sekali, jadi perwakilan saja :D

Tidak lama berselang setelah penyerahan piagam dan hadiah diberikan kepada masing-masing pemenang. Kegiatan selanjutnya ISOMA. Sebelum itu dilakukan pengumpulan bagi yang memiliki buku bang Tere, untuk dapat tanda tangannya. Wah, pada kesempatan ini saya nyerahkan tiga buku yang saya miliki. Terdiri dari, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Bidadari-Bidadari Surga dan Negeri Di Ujung Tantuk. Lumayan jadi kalau baca makin ngeret ada tanda tangan penulisnya :D

Sedang di lantai bawah mulai dilakukan penukaran kupon untuk memperoleh makan siang. Nah, pada saat makan siang saya bersyukur mendapatkan teman baru. Kami senasib, sama-sama sendiri. hhehe. Melalui obrolan singkat kami, ternyata dia anak Teknik UB. Namanya Naufal, senang berkenalan denganmu :)
Makan siang selesai, kami (yah, mulai saat itu tidak sendiri) lalu bergegas menuju mushola terdekat. Letaknya tidak jauh melainkan di sebelah utara gedungnya. Sholat selesai masih ada waktu sekitar 30 menit, dengan dihabiskan menunggu. Tak terasa tiba waktunya masuk ruangan lagi. Daaaaaaaan, inilah sesi yang paling saya tunggu-tunggu. Pembicaranya Bang Tere, sosok yang saya kagumi atas karyanya yang luar biasa.

Singkat cerita, sampailah di ruangan yang sama. Tempat duduk berbeda tapi hanya bergeser satu kursi. Ketika mulai duduk, dan melihat ke depan layar. Pandangan mulai terfokus pada sosok di pojok yang mirip dengan Bang Tere. Saya tidak begitu hafal karena di fans pagenya tidak banyak menampilkan foto beliau. Tapi agak yakin kalau itulah Bang Tere yang ada di deretan bangku peserta seminar. Iyah, yakin. Itu bang Tere.

Tapi agak tercengang dengan gaya penampilan beliau yang santi. Jauh kesan dari formal. Penutup kepala menggunakan kerpus berwarna abu-abu. Sweater berwarna senada, dan kaos hitam di dalamnya. Untuk bawahan menggunakan celana jeans. Dalam gambaran saya akan menggunakan setidaknya kemeja, rapi. Tapi ternyata tidak demikian. Fashion style beliau santai sekali, tidak ribet. Malah saya saat itu belum sadar, kalau beliau menggunakan sandal jepit. Hah?. Benar, dan saya baru ‘ngeh’ pada saat sesi tanya jawab, ada salah satu penanya yang mempertanyakan gaya penampilan beliau tersebut. Saya tidak sadari karena keterbatasan jarak pandang yang kehalang pembatas area depan.

Melanjutkan mengenai gaya berpenampilan. Ternyata itu sudah menjadi stylenya sejak dulu, sejak masih SMA. Tidak dibuat-buat. Karena memang kalau tidak ada konfirmasi mengharuskan pakaian formal, maka bang Tere akan menggunakan gaya kesehariannya, santai. Malah pernah cerita, karena pakai sandal jepit. Sampai pintu masuk dilarang masuk lantaran menggunakan sandal jepit. Akhirnya kembali, padahal beliau jadi salah pembicaranya. Dan menjawab mengenai sandal jepit tadi, dengan candaan beliau berkata “kalau sholat di Masjid jadi lebih khusuk”, spontan mengundang tawa dan tepuk tangan peserta lain, termasuk saya. Hhaha. *silahkan dinalar sendiri.

Ok, di awal pembicaraaan. Bang Tere mengajukan dua pertanyaan “Siapa yang nyangka Tere Lie perempuan?”, banyak yang ngacung. Saya pribadi tidak, tapi mulanya juga sempat berfikir gitu. Tapi terpatahkan karena sebelumnya banyak tahu dari fans pagenya (ada nama depan Darwisnya). Terus pertanyaan kedua, “Apa kalian yakin saya ini Tere Lie?”. Hhaha. Kalau tidak tahu sosok aslinya akan menganggap perempuan. Karena nama Tere Lie cenderung seperti nama perempuan.

Setelah itu dimulai lah materi tentang kepenulisan dan didampingi moderator yang berbeda. Saya lupa namanya:D. Bang Tere awalnya sempat menceritakan kisah tiga dokter muda. Saya pernah baca itu di statusnya, dan diceritakan langsung lagi oleh bang Tere tadi. Sebagai gambaran alasan menulis itu sendiri. Dilanjutkan mengenai poin besar sebelum memulai menulis. Beliau menyampaikan kelima poin yang terdiri dari:
  1. Selalu menggunakan sudut pandang yang spesial
  2. Penulis yang baik harus selalu punya amunisi di kepalanya
  3. Memulai tulisan adalah hak Anda, gaya bahasa adalah kebiasaan, memulai tulisan jauh lebih mudah.
  4. Tidak ada tulisan yang baik, dan tidak ada tulisan yang buruk. Yang ada relevan atau tidak relevan.
  5. Menulis hanya masalah latihan, latihan, dan latihan.
Itulah kelima poin untuk memulai tulisan, setidaknya memiliki kelima poin besar tersebut sebagai acuan dan pegangan. Keren sekali bang Tere, menjelaskan tiap poinnya dengan contoh kasus, cerita, pengandaian dengan cerita fiksi beliau. Mencontohkan dari film juga. Paling mengagumkan dari analogi yang beliau paparkan. Seperti cerita burung pipit, penyu, dan pohon kelapa. Kisah nyata dari Ibu rumah tangga yang berhasil menerbitkan buku mengenai resep masak. Pada awalnya ibu tersebut tidak berfikiran sedikitpun untuk mulai menulis, apalagi sampai menerbitkan buku. Tapi melalui proses panjang pada akhirnya bisa.

Saya tidak akan mengulas satu-persatu poin di atas. Karena terlalu kompleks penjelasan bang Tere. Secara garis besar seperti itu. Tetapi, kalau diharuskan memilih mana yang paling disuka. Harus nggak yah? Yah anggap sapa gitu!. Tentu, saya tegas akan memilih nomer empat. Kenapa? sepertinya tidak perlu dijawab yah. Lihat saja deretan tulisan saya ini. Karena itulah yang akan mewakili pembelaan saya atas pilihan saya tersebut. *kabur sebelum ditimpuk 

Sungguh banyak menginspirasi, memotovasi, menguatkan tekat dan semangat. Khususnya bagi pemula seperti saya ini. Bagaimana mengatasi kebuntuan, cara memperoleh ide, inspirasi. Penggunaan tata bahasa dan SPOK bagi beliau tidak terlalu dibutuhkan. Karena tulisan yang mengalirlah yang akan melebur SPOK itu sendiri. Disarankan banyak membaca, selain membaca banyak melakukan perjalanan (riset) sebagai bahan referensi secara langsung. Kalau kata beliau selalu mengulang kalimat “menamkan api kecil pada diri kalian”. Yah, yang akhirknya akan berkobar. Saya merasakan itu saat berada di ruangan tadi.

Tumbuhnya rasa percaya diri, niat yang sebelumnya kendor mulai mengencang lagi, bahkan mengeras. Sampai saya menulis catatan inipun masih terasa. Luar biasa, saya jadi semakin terdorong untuk menulis. Meski dalam tahap belajar, khususnya mulai mengarah ke fiksi. Jadi maaf sebelumnya, apabila gaya penulisan saya di atas amburadul, tata bahasanya tidak sesuai EYD, tidak relevan, buruk dan tidak baik. Ingatlah selalu, poin keempat :P :D
Quote yang ingin saya kutip terakhir dari pembahasan bang Tere tadi adalah “Tulislah yang harus orang baca, bukan yang ingin orang baca.”
Hai, sudah baca yang ini?

Belum ada komentar. Tambahkan Komentar »

Posting Komentar