Masalah, satu
kata yang paling ditakuti semua orang, termasuk saya. Tetapi, dalam
hidup ini pasti dan tidak akan luput dari sebuah masalah. Tidak peduli
status ekonomi, sosial, bahkan usia. Semua pasti pernah mengalami
terpaan masalah atau persoalan dalam hidup. Keadaan yang tidak kita
inginkan, kita harus tetap bisa berdiri dan tersenyum. Yah, sekedar
kalimat yang mudah diuangkapkan. Namun pada kenyataannya sulit
dilakukan.
Pada umunya, seseorang meratapi
masalah yang silih berganti dengan kesedihan, terpuruk, panik, kalut,
atau kalau dalam bahasa populernya sekarang yaitu “galau”. Berbagai
respon dalam menghadapi masalah memang berbeda - beda. Setiap orang dari
kita memiliki cara tersediri dalam menyikapinya. Beban dan bobot
masalah yang tidak sama akan mempengaruhi juga. Misalnya anak labil
seperti saya, biasanya akan tampak berlebihan dalam mengeksplorasi
perasaannya.
*) picture, taken from google images
Terkadang kita sampai menyalahkan diri sendiri, menyudutkan, dan
menghakimi dengan berbagai alasan yang tak sepatutnya. Menganggap
masalah sebagai sumber bencana. Tak heran, dalam keadaan dirundung
masalah kita sepenuhnya tidak bisa berfikir secara jernih lagi. Semua
menjadi serba salah, pikiran bercampur aduk dan serasa buntu. Rasanya
logikapun tidak mudah untuk digunakan, tekanan dari masalah membuat otak
ini harus lebih ekstra bekerja kerasa untuk menghasilkan solusi. Namun
apa? Semua itu tak semudah yang kita bayangkan. Terkadang apa yang ada
dalam pikiran kita tidak bisa seluruhnya kita aplikasikan dalam
kehidupan dunia nyata.
***
Saya jadi teringat adegan dalam film Habibie & Ainun, ketika bapak Habibie yang diperankan oleh Reza Rahardian
baru pulang dari tempat kerjanya. Mengetahui isi dompetnya tidak cukup
untuk naik sarana transportasi. Jadi beliau berjalan kaki di tengah
dingingnya malam yang terbalut salju. Diperparah dengan kondisi ujung
sepatu sebelah kanan yang bolong. Ala kadarnya beliau menambal sementara
dengan beberapa lipatan kertas.
Setibanya di rumah, Ainun
yang sejak dari tadi menunggu sembari menyiapkan makan malam dengan
menu hidangan soupnya. Saat Habibie membuka sepatunya, ternyaka di area
ujung telapak kakinya bengkak. Akibat dari sepatunya yang bolong
sehingga membuat telapak kakinya memar. Ainun terenyuh melihat keadaan
demikian, tak tahan air mata jatuh ketika menyuci luka yang diderita
suaminya.
Menyadari itu Habibie bertanya, “Ainun kenapa?” dengan lirih menjawab “Aku ingin pulang..”, ia melanjutkan “kalau
aku pulang, aku bisa meringankan bebanmu di sini. Aku juga sudah tidak
tahan dengan kehamilanku ini. Hidupku di Indonesia, dan hidupmu di
sini…” bla.. blaa.. blaaa.. Lalu Habibie berkata “Kamu
kuat Ainun.. Kita ini ibarat gerbong, masuk ke sebuah terowongan, gelap,
panjang. Bahkan kita tidak tahu terowongan ini mengarah ke mana. Tapi,
setiap terowongan memiliki ujung dan ada cahaya.” Dengan meyakinkan, beliau lalu bilang “..saya janji, saya akan membawa kamu ke cahaya itu, saya janji” adegan itu diakhiri dengan kecupan di kening Ainun. Kurang lebih dialognya seperti itu.
Sebenarnya adegan tersebut tidak ada dalam buku yang beliau tulis.
Mungkin ini karena disajikan dalam bentuk film yah. Terlepas dari semua
itu, banyak beberapa adegan yang saya rasa tidak sesuai dengan bukunya.
Satu contoh, seperti adegan tadi saja. Pada adegan tersebut sosok Ainun
jadi terlihat lemah dan mengeluh. Mengelunya pada saat bapak Habibie
berkata “kamu kuat Ainun..” respon mimik muka Ainun yang sedih
di perpincang dengan gerakan “gelengan kepalanya”. Padahal sering kali
bapak Habibie dalam bukunya selalu memberikan penekanan kalau Ibu Ainun
sosok yang tidak pernah mengeluh, tegar dan selalu mensupport apapun
jalan yang dipilihnya.
Jadinya sosok Ainun dalam
filmnya tidak seperti yang beliau uraikan dan ekspektasi saya mengenai
Ibu Ainun jadi tidak begitu mengagumi karakter dalam filmya, yang
diperankan oleh Bunga Citra Lestari.
Kecerobohan filmnya juga terlihat dari Jas yang dipakai bapak Habibie
yang pada mulanya masih ia pakai (masih di adegan yang tadi), tetapi
hanya selang beberapa detik. Jasnya malah sudah terlepas dalam sudut
pengambilan (engle) yang berbeda, padahal tanpa terlihat melepasnya.
Saya ulangi, selang beberapa detik. Jujur, saya pribadi tidak terlalu
puas dengan alur cerita filmnya. Menurut saya ada beberapa cerita yang
berbelok dari isi bukunya “memoar tentang Ainun Habibie”.
Halah Cho, ngomong apa? Maaf-maaf, kenapa saya jadi merembet jauh ke
sana?. Ah, sudah abaikan saja omongan anak dudul ini. Mohon
pengertiannya yah, stok obatnya lagi habis. Jadi antara pikiran dan
ucapannya tidak bisa terkontrol. Kebodohan struktural, itu memang bawaan
lahir. Mangkanya cukup susah, sekalipun sudah melewati berbagai upaya
terapi. Tanpa banyak didampingi dokter ahli akan banyak merepotkan
banyak orang. Kan, kalimat terakhir tadi saja terlihat dudulnya.
Berlebihan menggunakan kata “banyak” sampai tiga kali. Ok, ok, stop cho
#plak
***
Pada saat itu kondisi
keluarga mengalami kesulitan ekonomi. Berbagai goncangan sebagai
keluarga perantau di negeri orang yang tentunya jauh dari sanak saudara.
Melanjutkan sekolah tanpa beasiswa, yang semestinya beliau bisa dengan
mudah memperolehnya. Mengingat hasil studinya di Jerman semua dengan
hasil Summa Cum Laude¹. Tetapi karena komitmen mendiang Ibunya
untuk tidak menggantungkan pada beasiswa. Jadi semua dilalui dengan
penuh kerja keras dan dedikasi tinggi. Yang mendasari tekat untuk
membina keluarga yang mandiri. Kaitannya dengan film Habibie &
Ainun. Kita bisa memetik pelajaran dari ucapan Bapak Habibie di atas.
Ketika menghadapi masalah, beliau hadapi dengan penuh bijaksana. Seperti
kalimat yang saya kutip di atas (blok hitam).
Saya
tentu bukan orang bijak seperti beliau, yang akan memberikan petuah
kepada kalian, tidak. Mohon maaf, apa yang saya sampaikan ini TIDAK
bermaksud menggurui. Dan jangan berharap kalian akan memperoleh hal
positif setelah membaca catatan ini. Karena ini tidak jauh beda seperti
catatan - catatan saya sebelumnya (catatan anak dudul). Pada kesempatan
kali ini saya pribadi hanya ingin mengajak kalian semua, sahabat yang
saya kagumi. Melihat hal positif dari semua ini. Adakalanya saat
menghadapi masalah bukan hanya sekedar meratapinya saja. Bukan hanya
berperasangka buruk, mengeluh, dan menghentikan aktifitas berharga kita.
Apalagi, sampai berdampak pada kegiatan sekolah, perkuliahan, atau
bahkan sampai terbaring lemas, sakit.
Meratapi
masalah adalah pekerjaan konyol yang hanya membuang waktu kita saja.
Karena kita tahu, di manapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, yang
namanya masalah (pasti) akan terus ada. Jika satu masalah kita biarkan,
lama - kelamaan akan berakumulasi yang dihawatirkan berdampak pada
ketidak mampuan otak kita menampung segala masalah yang mengendap.
Selain itu akan membutuhkan pengorbanan lain, yang mungkin itu akan
lebih besar.
Dalam menyikapi masalah tidak
sekedar renungan belaka, juga bukan tindakan sederhana. Semua butuh
tekat dan cara berfikir bahwasanya kita hidup tidak hanya pada batasan
hari ini saja. Sadarilah, masih ada hari esok, lusa dan seterusnya. Jika
kita mengisi waktu dengan berfokus hanya pada kesedihan, dan tanpa
adanya upaya penyelesaian. Yang ada kita tidaklah jauh beda layaknya
boneka yang dimainkan dengan lakon yang sama. Kehidupan yang monoton,
hari-hari kita hanya digerogoti oleh kesedihan yang tak kunjung usai.
Sungguh sangat disayangkan, kita jangan jadi pengecut yang mau ditindas
oleh masalah.
Mulailah dengan langkah sekecil
apapun. Yang biasa saya lakukan adalah bercurhat. Berbagi cerita kepada
sahabat dekat, dengan begitu akan membantu mengurangi beban yang ada
dalam pikiran kita. Dan dengan kita curhat sebenarnya sedang memecahkan
masalah kita lewat masukan sabahat kita. Yah, salah satunya dengan upaya
seperti itu. Ingat, jangan malu untuk meminta bantuan, masukan, ataupun
kritikan. Tak selamanya bantuan itu menunjukkan kita lemah, melainkan
itu membuktikan kalau kita tidaklah sendiri.
Di
lain itu, kita semua tahu, tidak ada kejadian di dunia ini tanpa seizin
Tuhan. Segalanya atas kehendak-Nya. Maka, tidak ada jalan paling
sempurna selain meminta pertolongan-Nya. Berserah diri dengan kelapangan
dan keikhlasan atas segala masalah yang kita terima. Memanjatkan doa
dengan penuh keyakinan agar harapan tidak sekedar ucapan dalam doa.
Melainkan niat yang kita tanam dalam hati.
Segeralah
mulai bertindak. Karena, doa tanpa tindakan hanya akan berupa deretan
kata indah bermotif permohonan, yang tak akan pernah terealisasi. Dan
bukan waktunya lagi untuk kita hanya menampung air mata. Buang jauh
ketakutan yang membuat otak ini tidak bisa berfikir. Melepas belenggu
yang mengikat kita dengan keyakinan, bahwa segala masalah akan
terselesaikan. Yah, kita pasti bisa!
Tanamkanlah
keberanian itu pada diri kita. Bagaimanapun juga, hanya orang berani
yang akan keluar dari sebuah masalah. Kemudian, coba pikirkanlah waktu
saat di mana kita berhasil keluar dari masalah, karena itu waktu yang
paling menyengkan dalam hidup ini. Dan sebenarnya masalah itulah yang
sesungguhnya membuat kita merasa lebih hidup. Tak hanya itu, justru
dengan adanya masalah kita akan banyak belajar untuk menjalani hidup ini
lebih baik dan berani di masa mendatang. Jadi, jangan takut pada masalah :)
¹ lulus dengan predikat kehormatan tertinggi
Rabu, 13 Maret 2013
/
/
Label :
Opini
Great article and Nice hand ;)
BalasHapushttp://vipergoy.blogspot.com/2014/01/download-smadav-96-terbaru-2014.html
terima kasih yah :)
Hapusdan makasih atas kunjungannya :)