Kesan pertama membeli Pembalut

“Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh
wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi
baik FSH-Estrogen atau LH-Progesteron.”

Ok, itu menurut Wikipedia. Tapi di sini saya gak akan membahas siklus bulanan yang dialami oleh kaum hawa itu. Selain bukan ahli di bidang ini, secara kodrat pun saya beruntung belum pernah mengalaminya. Yaialah, Cho, lu kan cowok :P. Cuman punya sedikit cerita mengenai benda yang selalu menemani perempuan tak kala mengalami menstruasi itu. Iyah, Pembalut.

*) Update, 16 Februari 2015. Ini dia foto orisinil dari cerita ini.

Bagi perempuan gak mengherankan kalau pernah membeli Pembalut. Beda sama cowok, mungkin kurang lumrah kalau melihat mereka membeli itu. Meski gak dipakai atau hanya sekedar disuru membelinya saja. Kayaknya jarang sekali, kan? *cowok, ayo ngaku.

Sejak kecil saya belum pernah sekalipun disuruh Mama beli pembalut. Sama sekali gak pernah. Mungkin beliau ngerti, usia kecil khususnya anak laki-laki kurang pantas disuru membeli itu. Atau firasat seorang ibu yang khawatir pembalutnya habis di tengah jalan, dimakan –menyadari kepolosan anak unyunya bakal ngira itu sebuah roti.

Tapi, sejarah mencatat (alah), saya tuk pertama kalinya membeli pembalut. Ceritanya beberapa bulan yang lalu saya pernah disuruh mbak Dewik, dia mbak sepupu saya. Biasanya kami kalau berbelanja kebutuhan pribadi ataupun rumah, hampir selalu bersama-sama. Tapi, berhubung dia piket malam di RSI, jadi kali ini saya pergi seorang diri.

‘Nitip pembalut, yah’
‘Gak mau, gak tau’ jawab saya cepat.
‘L*urier, yang bla bla bla’ lah, dikiranya saya ngerti yang gini-ginian.
‘Ha.. yang mana,?’ kayaknya banyak macamnya deh. ‘Gak, takut keliru’ jawab saya lagi.
‘Tunggu bentar.’ dia ke luar dari kamar saya.

Gak berselang lama, dia kembali dengan membawa bekas bungkus dari merek pembalutnya. Mengingatnya saya rasa tidak cukup. Jadi, sebelum berangkat saya sempatkan jepret dulu bungkusnya. Melalui kamera hp yang minim pencahayaan dan hasilnya agak gelap. Tapi itu lumayan membantu untuk sekedar mencocokkan bungkusnya.

Sebenarnya dalam benak saya gak terlintas malu membelinya. Hanya saja takut keliru ngambil. Soalnya variannya kan bermacam-macam, yah?. Apa jadinya kalau salah ngambil dan gak sesuai seperti yang mbak Dewik maksud. Terus dia gak mau make gimana dong?. Lah, gak lucu kalau saya bilang ‘Yaudah, biar aku yang pake’ *mukaterpaksa.

Singkat cerita..
Saya sampai di Alpamart sekitar pukul 19.40 WIB. Ini merupakan minimarket yang lokasinya paling dekat dari rumah. Seperti biasa, saya langsung mengambil keranjang belanja yang tak jauh dari pintu masuk. Eh tapi saya lupa daftar pasti belanjaan saya waktu itu. Seingat saya ada pengharum pakaian ukuran 900ml (isi ulang), bumbu siap saji buat bikin nasi goreng, parfum ‘cadangan’ dan lupaaa.. :D.

FYI: Cadangan yang saya maksud di sini bukan stok untuk dipakai selanjutnya kalau habis. Setidaknya saya harus punya dua jenis parfum yang berbeda. Jadi, si cadangan dipakai sehabis mandi tanpa bebergian. Kalau yang utama, dipakai ketika mau ke luar rumah. Entah, ada kepentingan atau acara tertentu. Misal, Ngampus dan ke tempat umum lainnya. (baca: ngirit pengeluaran, karena harganya beda jauh). Soalnya sudah kebiasaan habis mandi mesti nyemprotkan pafrum ke badan. Kalau pakai yang utama, bisa bangkrut sebelum sukses nah.

Ok, lanjut. Semua belanjaan sudah masuk dalam keranjang. Tinggal satu yang belum diambil dari tempatnya, yaitu Pembalut. Seketika saya mendekati deretan berbagai macam pembalut dipajang. Mata dengan jeli memperhatikan satu demi satu merk yang ada. Kok kayaknya gak ada merk yang dimasud mbak Dewik. Lalu saya mengambil hp di saku celana sebelah kanan. Untuk melihat lagi bungkusnya.

Dicek lagi dari kiri ke kanan, mulai turun satu baris, terus diulangi lagi; dari kiri ke kanan. Tetapi hasilnya sama, tidak ada. Akal licik saya mulai berkeliaran di kepala. Sampai pada kesimpulan: saya harus menaruk sebagian barang yang ada di keranjang ini. Dan kalian tahu?, saya MENARUK KEMBALI BEBERAPA BELANJAAN KE TEMPATNYA MASING-MASING (maaf, capslocknya gak sengaja nyala). Serius, itu yang saya lakukan.

Padahal belanjaan yang saya butuhkan sudah lengkap. Ada semua. Tapi dengan berat hari harus menaruk sebagian di antaranya. Kenapa, Cho? lah, pembalutnya gak ada, otomatis saya harus beli di minimarket lain. Masak saya hanya beli satu item saja di sana, yaitu pembalut doang. Pembalut saja, gak pake doang. Oh tidaaaak, itu terlalu mencolok sekali. Kebayang situasinya seperti apa.

Setelah melalukan pembayaran, saya langsung menuju ke Indamaret. Letaknya berjarak sekitar 600m dari yang pertama. Jadi gak butuh waktu lama untuk tiba di sana. Cuma di sini yang menjadi incaran pertama adalah pembalut. Buat jaga-jaga, kalau tidak ada akan langsung cabut ke tempat lain. Cara sama pun dilakukan seperti sebelumnya.

Puji syukur.. kali ini saya beruntung. Karena di sana ternyata ada pembalut merk L. Tapi celaka, ketika mau ngambil barangnya, saya mulai menyadari ada orang lain berdiri di dekat saya. Astagaaa.. cewek pula. Entah, apa yang ada dalam benak cewek itu. Melihat saya berdiri cukup lama di depan deretan pembalut. Ok, gagal terlihat cool. Saya malah jadi salah tingkah.

Tapi, tak ingin memberi kesan makin buruk. Saya perlahan mundur dan membalikkan badan, seoalah sedang mencari kebutuhan lain. Katanya gak malu, Cho?, tapi kok grogi gitu. Plis deh, ini bukan persoalan malu lagi. Tapi saya menghindari obrolan empat mata dengan dia (alasan). Kebayang, kalau kami tiba-tiba ngomongin pembalutnya.

‘Wah, Masnya pakai yang itu, yah?’ tanya dia.
‘Iya, soalnya menyerap jauh lebih cepat, serasa tak pakai’ korban iklan.
‘Kita sama dong, Mas’ ngasik kode.
‘Panggil saja aku Richo’ sambil menjulurkan tangan.
‘Vita’ dia menyambut tangan saya.
Selanjutnya kami bertukar email dan gak lama akhirnya jadian. Nggak, nggak, itu terlalu FTV banget.

Saya juga gak bisa membayangkan. Seandainya kami melanjutkan ke jenjang pernikahan, terus punya anak. Lantas, bagaimana saya bercerita ke anak-anak mengenai pertemuan pertama orang tuanya?. Masak jadi gini: ‘Nak, Papa dulu ketemu Mamamu pas kami sama-sama membeli pembalut’. Gedubrak, si anak langsung pingsan. Terus waktu sadar langsung ngajak saya ke rumah sakit untuk tes DNA. Sebenarnya dia anak siapa?. Repot kalau dia gak tahu kejadian yang sebenarnya. Bukan tidak mungkin dia akan berfikiran yang aneh-aneh. Maaf, ngayalnya kejauhan yak.

Sembari menunggu mbak tadi pergi dari tempat pembalut berada. Saya mulai mencari belanjaan yang tadinya gak jadi dibeli. Satu persatu mulai masuk ke dalam keranjang. Semua sudah lengkap seperti sebelumnya. Hanya saja tinggal si Pembalut. Saat itu saya lihat mbak tadi sudah selesai melakukan pembayaran di kasir. Jadi, tanpa mengulur waktu lagi saya langsung mengambil pembalutnya (dua bungkus).

Sesampainya di meja kasir untungnya nggak ada kejadian memalukan. Mbak-mbak kasirnya pun gak begitu aneh melihatnya. Kayaknya ketolong belanjaan lain. Jadi keberadaanya gak terlalu mencolok. Apalagi dilakukan cepat seperti biasanya, melewati barcode scanner - masukkan kantong plastik. Selesai. Entahlah, padahal dari awal saya tidak terlalu menghawatirkan situasi ini. Malah tidak peduli nantinya seperti apa.

Tapi, ketika dihadapkan pada situasi yang sesungguhnya. Nyali saya mendadak ciut, serasa ada gengsi yang masih coba dipertahankan. Saya ngerasa ada yang janggal saja. Meskipun saya yakin mereka tahu, kalau bukan saya yang akan memakainya. Kayaknya ini hanya kesan pertama saat membeli sesuatu yang sensitif bagi laki-laki.

Iyah, itu duluuuu. Sekarang ini saya sudah gak peduli lagi. Mau disuruh beli berapapun dan di manapun, siap selalu. Apalagi nanti kalau sudah punya istri. Ehem. Yang mana harus saling memenuhi. Tidak harus berpatokan pada kewajaran dan sudah pasti menghilangkan rasa malu yang ada. Cuek saja, seperti suaminya mbak Nadia. Malahan sampai ngerti ada yang maxi, extra maxi, slim dan wing. Hebat, suami idaman, hehhe.
***

Catatan: postingan ini terinspirasi dari cerita mbak Nadia Khaerunnisa, melalui postingannya di sini. Tapi maaf, mbak, fotonya kayaknya ada di rumah deh (di laptop dek Richa). Saya coba cari di sini gak ketemu. Mungkin sudah saya pindah ke sana sebelumnya. Kalau sudah di rumah saya cari lagi dan kalau ketemu nanti tak pasang di atas. Sebagai bukti cerita ini nyata;).


Richo A. Nogroho
Malang, 07 Februari 2015
Hai, sudah baca yang ini?

24 Komentar. Tambahkan juga komentarmu »

  1. bhahaha ternyata mah cowok dimana2 kalo disuruh beli barang beginian masih mikir dan terkadang nggak mau ya...ribet deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. maklum, belum terbiasa itu, mbak. hhaha :D. sekarang saya enteng-enteng saja kalau disuruh beli itu. ngehehe.

      Hapus
  2. Hahahahhahaha kereeenn!! Dari awal ampe akhir kocak banget :D tak usul judul FTV-nya deh, "Cintaku Balada Soptek" LOL
    tapi kayaknya ntar kalo dsuruh lg gak bakal canggung deh, Mas, buktinya mbak kasir aja cuek. Berarti banyak bapak2 yg sering dapet titipan wkwkw

    BalasHapus
  3. YA sama juga saya juga suka dititipin beli pembalut sama itu tuh Kiranti yang minuman untuk orang Haid.. Kalo buat cowok emang malu kalo disuruh beli itu :)

    BalasHapus
  4. Oh ini blognya mas Richo yang isinya curcol-curcol, hehe.
    Belum pernah beli pembalut mas, misalnya disuruh pun, saya ga bakal mau, haha. Malu, meskipun mbak2 kasir juga udah tau bukan buat aku.
    Ceritanya kocak mas, kayak FTV. :D

    BalasHapus
  5. Hah...!
    Hampir sama kayak aku, aku juga punya pengalaman yang sama. Cuma posisinya aku pas nganter istri belanja. Tapi sama aja ngerasain malu sama salah tingkahnya.
    Gak tahu kenapa jadi ngerasa aneh aja.

    Siap-siap aja nanti kalau udah punya istri, pasti ada aja hal yang bikin lebih salah tingkah lagi *Pengalaman pribadi

    BalasHapus
  6. Kalau beli barang seperti ini , kayanya harus dibarengain dengan barng yang lainnya, biar ga muka tebal, he,,, he,, he,,

    BalasHapus
  7. ahh kalo saya sih mau beli kondom sekalipun juga cuek.
    kan nyantai kayak di pantai (kata Mamang)

    BalasHapus
  8. hihiii begitu yaa perasaan cowok kalau dititipin printilan wanita, kalau alat make-up gimana yaa hehee

    BalasHapus
  9. didaerah saya pembalut suka diberi nama roti jepang mas ... :D

    BalasHapus
  10. saya aja pusing loh kalau beli pembalut... gmn cowok :))

    BalasHapus
  11. Aku ga pernah nyuru laanang beli pembalut, kasian aja pasti dia nanti malu

    BalasHapus
  12. ya gapapa jadi pengalaman buat nantinya kali aja istrinya minta dibeliin pembalut kan jadi tau :D

    BalasHapus
  13. Hihihi... emang barang yang satu itu paling bikin salting. Kalo waktu masih kecil, saya disuruh ibu membeli itu bilangnya "roti". Dan anehnya si penjaga warung / tokonya sudah mahfum, bahwa "roti" yang dimaksud adalah roti yang itu, bukan yang lain. Lah untung saya anak baek2, saya bawa sampe rumah, lha kalo sampe saya buka di tengah jalan dan saya cuil sedikit gimana tuh? hahaha...

    BalasHapus
  14. Kakakku tak suruh beli.. langsung berangkat untung ajah punya kakak yang baeknya gak keltulungan ^^

    Malang
    Pacitan
    Malang-Raya
    Lombok
    Lombok
    Banten
    pantai-Banten

    BalasHapus
  15. Hahahaha, pernah tuh diisengin kakak disuruh pakai pembalut. :D

    BalasHapus
  16. Hahah saya anteng banget baca ceritanya sampai lupa mau komen apa yang jelas berkat di suruh membeli pembalut sampai-sampai ketemu seorang cewek dan bertukaran email sob ? dan andai saja kamu nikah nanti kamu akan menceritakan hal itu pada anak :D Gedubrak.. pingsan.. Kocakk :D hhaa salam kenal sob..

    BalasHapus
  17. komennya isinya iklan semua :(

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus